Mau Jago Bahasa Asing? Ada yang Lebih Penting dari IQ Tinggi

Orang dengan IQ 145++ Lebih Mudah Jago Bahasa Asing, Masa Sih?

Pernahkah kamu merasa rendah diri dan pasrah ketika belajar bahasa asing karena IQ yang ngga tinggi-tinggi amat? Lalu, kamu pun bertanya-tanya sebenarnya jago bahasa asing harus punya IQ tinggi ngga ya?

Nah, sebelum melangkah lebih jauh, coba tanyakan pada diri kamu sendiri apa tujuan atau goal yang ingin kamu raih dengan belajar bahasa baru itu? Apakah belajar bahasa untuk mengambil sertifikat? Atau belajar untuk dapat berbicara dengan lancar? Tentukan apa yang menjadi tujuan besar kamu.

Loh, emangnya penting?

Eits! jangan salah, untuk dapat berbicara menggunakan suatu bahasa dengan lancar, kita membutuhkan integrasi. Kita akan kesulitan jika ingin bisa benar-benar lancar dan menguasai seluk beluk bajasa tersebut, tapi lingkungan atau partner bicara tidak ada yang menggunakan target bahasa itu. Kalau begitu, kira-kira kita mau latihan sama siapa?

Dalam uji kemampuan bahasa biasanya terdapat sertifikasi C1, dimana untuk lolos tes tersebut bukan sesuatu hal yang mudah. Tapi, mungkin kamu memiliki tujuan tak hanya sekadar lulus sertifikasi saja, tapi punya tujuan mampu berbicara lancar, rapi, dan penuh percaya diri. Nah, hal inilah yang kemudian membedakan perkara studying dan learning. Terkadang ada orang yang lebih mudah learning daripada studying.

Perbedaannya lebih kepada orang yang cenderung learning bisa jadi punya tujuan untuk mahir berbicara bahasa asing dengan orang asing. Sedangkan orang yang fokus studying, bisa jadi menitikberatkan pada teori dan strategi untuk lolos sertifikasi uji bahasa tertentu.

Jadi, apa yang lebih penting daripada IQ tinggi?

Untuk mencapai tujuan kita dalam belajar bahasa tertentu, ternyata kita lebih membutuhkan beberapa sikap seperti ketekunan, keberanian memakainya, tidak takut dan malu untuk gagal, kemampuan menghafal, pemahaman, pendengaran, dan pengucapan yang baik. Tak lupa, tambahkan sisi seni dan sensitifitas dalam berbudaya serta berbahasa, karena mahir berbahasa asing tak melulu tentang IQ yang tinggi ataupun biasa saja.

Bagaimana pandangan kamu soal ini, fellas? Yuk diskusi!

Sst! Begini Cara Unik Belajar Bahasa Asing, Intip Yuk!

Taylor Swift taught me English. I can’t thank her good enough! More than songs, she gave me life!

Kisah ini dialami oleh Dev, ia bercerita tentang perjalanan hidupnya yang berubah setelah mengenal Taylor Swift dan karya-karyanya yang luar biasa, bagaimana ceritanya? Yuk disimak!

15 Lagu Taylor Swift Paling Fenomenal - Revertune

Terlambat Belajar Bahasa Inggris

Dev merasa dirinya sangat terlambat mendalami mata pelajaran bahasa asing terutama bahasa Inggris semasa sekolah menengah atas. Menjelang lulus dan persiapan tes SNMPTN, ia baru memutuskan untuk bersungguh-sungguh belajar bahasa Inggris.

Namun, sebenarnya ia sudah tertarik dengan bahasa Inggris sejak kecil ketika mendengarkan album MLTR dan kompilasi album slow rock dari sang ayah. Ia bahkan mengaku hafal lirik hingga tarian dari Britney Spears, Blue, ‘N Sync, dan deretan chart MTV US. Sayangnya, kebiasaan tersebut ternyata belum membuka mata hatinya untuk semangat belajar bahasa Inggris.

Sampai akhirnya, di suatu momen sekolah, Dev dan ketiga temannya diminta membawakan dua lagu berbahasa asing yaitu You Belong with Me dari Taylor Swift dan lagu Gee dari SNSD. Sejak saat itulah, mau tidak mau ia pun banyak mendengarkan lagu-lagu Taylor Swift meski tak paham artinya sama sekali. Tak hanya itu, banyak momen dalam kehidupannya yang membawa Dev lebih dekat dengan musik dan karya-karya Taylor. Mengunduh lagu-lagu, mencari lirik bahasa Inggrisnya, menulis ulang di buku catatan, lalu mengartikannya kata per kata menggunakan kamus tebal tak disangka menjadi aktivitas paling epic yang ia cintai.

Percaya Proses: Belajar dari Dasar

Dev memulai dari hal yang paling dasar dalam belajar bahasa asing, yaitu mengenal dan memahami kosakata dari lirik-lirik lagu Tay-Tay. Ia menulis ulang semua kosakata mulai dari lagu-lagu dari album pertama self-titled Taylor Swift, Fearless, dan Speak now. Ia pun semakin jatuh cinta dengan semua lagu Taylor yang membuat dirinya merasa semangat dalam hidup.

Selanjutnya, Dev pun belajar cara merangkai kata dalam Bahasa Inggris. Ia mencari tau kenapa Taylor menulis “I love you” dan “I loved you”. Apa bedanya love dan loved?

Bagaimana menulis subjek, objek, penggunaan kata kerja, kata sifat, 16 tenses, kalimat tanya, dan aturan serta rumus Bahasa Inggris lainnya. Ia pelajari semuanya dari Taylor.

Termasuk belajar speaking dan listening. Ia mulai membaca lirik tersebut tanpa mendengarkan musiknya terlebih dahulu. Ia juga menggunakan metode sebaliknya, mendengarkan lirik kemudian mencoba menuliskan apa yang didengar untuk mengukur seberapa mahir ia memahami kata-katanya. Latihan otodidak tersebut Dev lakukan sepanjang hari, setiap malam, antara dirinya dan Taylor Swift setiap saat.

Kuliah di jurusan Sastra Inggris

Sampai tiba waktunya, akhirnya Dev mengambil kuliah di jurusan Sastra Inggris. Ia bercita-cita menjadi penulis sejak remaja. Ia pun semakin semangat mengejar cita-citanya karena sudah memiliki bekal.

Ia pun melewati hari-hari kuliah dengan perasaan yang luar biasa, semangat, dan penuh gairah!

Dev belajar Bahasa Inggris lebih gila lagi, ia bangun dini hari jam 2–3 pagi untuk belajar grammar dan sebagainya. Dev juga belajar menulis dalam Bahasa Inggris, mengikuti cara Taylor menulis lirik.

main qimg fe311a2ca3ff9e07932c3db75b114f29 lq
Dev – quora

Setiap kali ada tugas menulis, ia menjadi mahasiswa paling bersemangat di kelas. Dirinya mulai membaca karya-karya dalam bahasa Inggris sejak semester awal seperti William Wordsworth, Sara Teasdale, Carl Jung, Sigmund Freud, dan sebagainya. Hingga ia berhasil menelurkan sebuah buku kumpulan puisi berbahasa Inggris yang ia tulis berjudul Unfinished Boyfriend. Setelah lulus kuliah, Dev pun berhasil mendapatkan pekerjaan impiannya yaitu menjadi penulis profesional sungguhan!

Jika saya melihat ke belakang, betapa serunya perjalanan saya. Bayangkan bila saat itu saya tidak jatuh cinta dengan Taylor Swift, saya mungkin tidak akan berminat belajar Bahasa Inggris, tidak akan semangat menulis, dan mungkin saya tidak akan memiliki semua pengalaman hebat ini.Dev

I wanna thank Taylor Swift for everything. She brought me life in so many magical ways. I remember the days when I cry, I smile, I beg, I sing, I dreams, I love, I dance, and I do everything with Taylor Swift’s songs as the theme songs. I mean, she motivated me to be the best version of myself. I know this is crazy, but if I get the chance to meet her even only for 30 seconds, I’d let her know how much she meant the world to me. Thanks Taylor, you will be remembered.

Setelah membaca cerita Dev yang sangat menginspirasi ini, kamu jadi semangat belajar bahasa asing, kan? Tidak ada hasil yang menghianati usaha, jika mau bersungguh-sungguh apa yang kita impikan pasti dapat!

Bagaimana cerita kamu belajar bahasa asing? Share yuk!

*sumber konten ini terinspirasi dari kisah Dev yang ditulis di quora.

Tak Ada Teknologi, Bagaimana Orang Zaman Dulu Kuasai Bahasa Asing?

Tak secanggih saat ini, dulu berlajar bahasa asing dilalui dengan perjuangan yang pilu. Teknologi yang ada masih belum secanggih sekarang, seperti internet dan perangkat elektronik yang sekali klik dan tanpa keluar rumah pun bisa langsung belajar. Namun, tahukah kamu banyak tokoh di zaman dahulu pandai berbahasa asing? Lalu bagaimana mereka belajar??

Salah satu hal paling efektif yang dilakukan orang zaman dahulu dan orang zaman sekarang untuk belajar bahasa asing adalah dengan cara seperti yang diungkapkan oleh seorang Linguis, Nida. Menurut Eugene A. Nida, cara terbaik untuk belajar bahasa asing adalah dengan mendiami daerah asal bahasa asing tersebut dalam beberapa waktu.

Dijelaskan dalam buku Henry Guntur Tarigan, “Keterampilan menyimak”, bahwa Nida telah mewawancari seseorang yang menguasai banyak bahasa, lalu dia bertanya apa rahasianya? Ternyata dia mendiami wilayah bahasa asing itu dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini memang terbukti efektif, tapi tidak semua orang pintar berbahasa asing dengan cara itu karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk ke luar negeri. Pendapat Nida pun tak sepenuhnya benar karena tak semua orang yang tinggal atau menetap di suatu negara/daerah asing berhasil menguasai bahasa tersebut, tergantung masing-masing individunya.

Berkenalan dengan Sosok Wanita Intelektual

RA Ayu, Wanita pejuang intelektual

Jika berbicara mengenai kemampuan bahasa asing dan tokoh wanita dulu, ada sosok perempuan poliglot di Indonesia yang tak boleh ketinggalan. Sosok wanita intelektual dan pejuang pendidikan bernama R.A. Ayu Lasminingrat. Meski jarang terdengar jika dibandingkan RA. Kartini dan Dewi Sartika, namun kiprahnya di dunia pendidikan tak bisa dianggap remeh. Bahkan wanita Sunda ini merupakan tokoh bagi kemajuan wanita Sunda jauh sebelum muncul Dewi Sartika dan RA Kartini.

Kiprah RA Ayu Lasminingrat

Raden Ayu Lasmi Ningrat lahir di Garut, Jawa Barat pada tahun 1843. Ayahnya bernama Raden Haji Musa, sedangkan sang ibu bernama Raden Ayu Ria. Raden Ayu Lasmi Ningrat berjuang keras melakukan beberapa upaya agar masyarakat Sunda bisa mempelajari ilmu pengetahuan dengan mudah.

Salah satu upaya yang dilakukannya dengan menerjemahkan beberapa buku ilmu pengetahuan berbahasa Belanda ke bahasa Sunda. Buku-buku tersebut meliputi pendidikan moral, sosial, matematika dan psikologi.

Tak hanya itu, Lasmi Ningrat juga berhasil mendirikan Sekolah Keutamaan Istri di pendopo Garut pada tahun 1907. Di tahun 1911, sekolah tersebut pindah ke Jalan Ranggalawe dengan total murid sebanyak 200 orang. Akhirnya pada tahun 1913 sekolah yang didirikan Lasmi Ningrat itu disahkan pemerintah Hindia Belanda.

Menguasai Banyak Bahasa Asing

Menurut Dedy Effendi, Lasminingrat telah menguasai 7 bahasa yaitu bahasa Sunda, Melayu, Indonesia, Arab, Prancis, Belanda, dan Inggris. Beliau belajar bahasa asing dengan gurunya yang bernama Henry David Levysson Norman. Meski begitu, beliau juga gigih belajar melalui buku dan majalah bahasa asing.

bahasa Asing di Lister, KH Agus Salim

Kemampuan Bahasa Asing KH Agus Salim

Bagaimana dengan K.H. Agus Salim? Kemampuan berbahasanya tidak diragukan lagi, beliau menguasai 9 bahasa asing, belum lagi bahasa daerah. Menurut beberapa literatur, ada sekitar 4 bahasa daerah yang K.H. Agus Salim yang berhasil dikuasai. Kemampuan berbahasa ini menjadikan K.H. Agus Salim sebagai orang yang berwawasan luas, hingga Bung Hatta pernah berkata, hanya ada 1 dalam 100 tahun orang yang terlahir seperti K.H. Agus Salim.

Beliau orang yang sangat suka belajar, saat kecil beliau tidak akan tenang pergi bermain sebelum belajar. Tidak hanya buku berbahasa Indonesia yang dibacanya, tetapi juga buku bahasa asing, kegemarannya dalam membaca inilah yang membawa beliau menjadi seorang poliglot.

Tak hanya melalui aktivitas pasif seperti membaca, namun belajar secara aktif dengan mempraktikkannya. Itulah yang membuat KH Agus Salim dapat berpidato dalam bahasa Arab, Prancis, dan Inggris hingga membuat dunia terpana. Terlepas dari kegigihannya belajar bahasa asing itu.

Pribadi K.H. Agus Salim juga memiliki kecerdasan bawaan yang luar biasa dan multiple intelligence. Beliau menonjol dengan kecerdasan linguistik yang mengantarkannya pada kecerdasan-kecerdasan lain.

Usia Terbaik Belajar Bahasa Asing, Kapan?

“Orang -orang kadang bertanya, apa keuntungan terbesar menguasai bahasa asing? Apakah saya akan menghasilkan lebih banyak uang? Apakah saya akan lebih pintar? Apakah saya akan tetap sehat? Tetapi sebenarnya, keuntungan terbesar dari menguasai bahasa asing adalah mampu berkomunikasi dengan lebih banyak orang.Danijela Trenkic, pakar psikolinguistik di Universitas York

Kamu setuju dengan pernyataan di atas, fellas? Bagaimana pandangan kamu?

Jika memang keuntungan berbahasa asing adalah mampu berkomunikasi dengan lebih banyak orang, kamu pasti ingin segera mempelajarinya, bukan?

Namun, kapan sih usia terbaik kita mulai belajar bahasa asing?? Anak-anak, remaja, atau dewasa?

Dalam hal belajar bahasa asing, kita cenderung beranggapan bahwa usia kanak-kanak adalah usia yang paling cakap dan tepat. Tapi tidak selalu demikian — dan ternyata ada banyak manfaat lain ketika kita memulai di usia dewasa lho.

Dilema: Dewasa atau Muda?

Secara umum, setiap tahapan kehidupan memberi keuntungan yang berbeda dalam mempelajari bahasa. Sebagai bayi, kita punya telinga yang lebih tajam untuk perbedaan suara; sebagai balita, kita bisa menguasai logat asli dengan kecepatan luar biasa.

Sedangkan orang dewasa, kita punya rentang perhatian yang lebih panjang dan keterampilan krusial, seperti literasi, yang dapat mendorong untuk memperkaya perbendaharaan kata, bahkan dalam bahasa kita sendiri.

Dan setumpuk faktor lain di samping usia – seperti situasi sosial, cara mengajar, dan bahkan cinta dan persahabatan – dapat memengaruhi seberapa banyak bahasa yang kita kuasai dan seberapa baik kita menguasainya.

“Tidak semuanya menjadi semakin sulit seiring pertambahan usia,”Antonella Sorace, profesor linguistik perkembangan dan direktur Billingualism Matters Centre di Universitas Edinburgh.

Pembelajaran Eksplisit VS Implisit

Ia memberi contoh tentang konsep yang dikenal sebagai ‘pembelajaran eksplisit’: mempelajari suatu bahasa di dalam kelas, dengan sang guru menjelaskan aturan-aturan tata bahasanya.

Anak-anak akan tidak cocok dalam pembelajaran eksplisit, sebaliknya orang dewasa akan lebih cocok.

Penelitian di Israel menemukan, misalnya, bahwa orang dewasa lebih baik dalam memahami aturan bahasa dan menerapkannya pada kata-kata baru di lingkungan laboratorium. Para ilmuwan membandingkan tiga kelompok: usia 8 tahun, usia 12 tahun, dan usia dewasa muda (young adults). Orang dewasa mendapat skor yang lebih baik dari dua kelompok yang lebih muda, dan kelompok usia 12 tahun juga lebih baik dari anak-anak yang lebih muda.

Temuan ini senada dengan hasil studi jangka panjang pada hampir 2000 pemakai bahasa Catalan-Spanyol yang mempelajari bahasa Inggris: orang yang mulai belajar di usia dewasa mengusai bahasa barunya lebih cepat daripada para pelajar yang lebih muda.

Para peneliti di Israel menduga bahwa partisipan yang lebih tua bisa jadi diuntungkan karena keterampilan yang muncul seiring dengan pendewasaan – misalnya, strategi pemecahan masalah yang lebih kompleks – dan pengalaman linguistik yang lebih banyak.

Dengan kata lain, para pelajar yang lebih tua cenderung tahu lebih banyak tentang diri mereka sendiri dan dunia, dan bisa menggunakan pengetahuan ini untuk memproses informasi baru.

Sedangkan anak-anak usia dini unggul dalam pembelajaran implisit: mendengarkan penutur asli dan meniru mereka. Tapi cara belajar ini membutuhkan banyak waktu bersama penutur asli.

Belajar Bahasa Harus Sejak Dini?

Pada mulanya, kita semua adalah ahli bahasa.

Ketika bayi, kita bisa mendengar 600 konsonan dan 200 huruf vokal yang kemudian menyusun bahasa-bahasa dunia. Dalam satu tahun pertama, otak mulai berspesialisasi, mulai awas akan suara yang kita dengar paling sering. Spesialisasi berarti mengabaikan keterampilan yang tidak kita perlukan. Bayi Jepang bisa dengan mudah membedakan bunyi huruf ‘l’ dan ‘r’; orang dewasa Jepang cenderung lebih sulit melakukannya.

Bayi sudah bisa mengoceh dengan bahasa ibu mereka. Bahkan orok yang baru lahir menangis dengan aksen, meniru pembicaraan yang mereka dengar di dalam rahim lho.

Tak heran, jika tahun-tahun awal adalah masa keemasan mempelajari bahasa kita sendiri. Studi tentang anak-anak yang diabaikan atau diasingkan menunjukkan bahwa jika kita tidak belajar berbicara sejak dini, kita akan kesulitan melakukannya nanti.

Jika kita tidak belajar berbicara sejak dini, kita akan kesulitan melakukannya nanti?

Seorang pakar psikolinguistik di Universitas York memberi jawaban, “kehidupan anak-anak sangat berbeda dari kehidupan orang dewasa. Jadi ketika kita membandingkan keterampilan bahasa anak-anak dan orang dewasa, ingatlah kedua hal itu setara dan tidak perlu dibandingkan.”

Dia memberi contoh sebuah keluarga yang pindah ke negara baru. Biasanya, anak-anak akan belajar bahasa jauh lebih cepat daripada orang tua mereka.

Mereka merasakan urgensi yang lebih besar karena penguasaan bahasa itu penting bagi kelangsungan kehidupan sosial mereka: berteman dan diterima di tengah orang-orang baru. Di sisi lain, orang tua cenderung bersosialisasi dengan orang-orang yang memahami mereka, seperti sesama imigran.

Namun, ada satu kelebihan orang dewasa dalam belajar bahasa baru seperti yang utarakan Trenkic bahwa, orang dewasa sering melibatakan ikatan emosional di antara mereka sehingga lebih baik dalam belajar bahasa.

“Menciptakan ikatan emosional adalah hal yang membuat Anda lebih baik dalam belajar bahasa.”Danijela Trenkic

Wajib Tahu! Negara di Asia Paling Mahir Berbahasa Inggris

Bahasa Inggris masih menjadi bahasa internasional. Bahasa Inggris yang berasal dari Inggris tersebut merupakan bahasa yang dominan dipakai sebagian negara di dunia sebagai bahasa resmi.

Sebagai lingua franca atau bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang, bahasa Inggris terus menyatukan orang dari berbagai negara. 

Kamu pasti tidak asing lagi dengan benefit mahir bahasa Inggris yang sudah digaung-gaungkan dimana-dimana. Tapi, tahukah kamu negara di Asia yang warganya paling mahir berbahasa Inggris?

Singapura

Singapura menduduki peringkat tertinggi di antara negara-negara Asia dalam hal kecakapan berbahasa Inggris. Negara Singapura dianggap luas sebagai negara paling mudah untuk dikunjungi oleh para penutur bahasa Inggris. Hal ini karena dahulu Bapak pendiri negara ini Lee Kuan Yew, sebagian besar menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi yang digunakan di dalam pelajaran di sekolah dan bahasa-bahasa lainnya sebagai bahasa kedua. Jadi semua warga Singapura (yang sekurang-kurangnya pernah mencicipi pendidikan) berbicara bahasa Inggris dengan baik.

Malasyia dan Filipina

Negara berikutnya setelah Singapura adalah Malaysia dan Filipina, kedua negara ini memiliki warga negara yang mahir bercakap-cakap dengan bahasa Inggris lho. Lalu, apa yang membuat mereka mahir berbahasa Inggris?

Mata Pelajaran Wajib

Bahasa Inggris adalah mata pelajaran wajib di Malaysia sementara di Filipina, menggunakan bahasa Inggris di semua mata pelajarannya – selain dari bahasa Tagalog atau Filipino – terutama di perguruan tinggi. Faktanya, Korea Selatan sering mengirim anak-anak mereka ke Filipina untuk belajar bahasa Inggris karena lebih mudah dan lebih terjangkau daripada mengirim mereka ke negara yang menggunakan bahasa Inggris secara total.

Dalam indeks kecakapan berbahasa Inggris di Asia juga menampilkan negara-negara seperti India dan Korea dan lain-lain yang juga cukup populer. Lalu dimana posisi Indonesia?

Menurut laporan EF EPI 2020, Indonesia berada pada peringkat ke-74. (EF English Proficiency Index 2020)

main qimg 21f2859ba44f4a2969ced9564a768db7

Di seluruh dunia, orang-orang dewasa awal (usia 26–30 tahun) memiliki kecakapan bahasa Inggris tertinggi, namun orang dewasa yang berusia di atas 40 tahun memperoleh nilai lebih baik dibandingkan orang-orang berusia 18–20 tahun. Hal ini pun menegaskan bahwa adanya peran penting dari universitas dan tempat bekerja dalam mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris.

Sedangkan perkembangan bahasa Inggris di sektor pemerintah, pendidikan, dan kesehatan berada di urutan terbawah dalam peringkat industri. Hal ini karena adanya ketatnya persaingan di sektor swasta mendorong banyak perusahaan secara aktif mengutamakan kecakapan bahasa Inggris dan berinvestasi dalam mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris. Jika dibandingkan dengan sektor swasta, kemampuan bahasa Inggris di sektor publik tertinggal jauh.

Bermimpi Bekerja di Perusahaan Multinasional? Simak Tips Untuk Kamu yang Well-Prepared dan No Privilege!

Kisah ini berasal dari cerita seorang senior tax consultant bernama Widya Nur Apriani, seorang perempuan yang mengaku berasal dari kalangan menengah kebawah, tidak cantik seperti selebgram, tidak terlalu pintar, dan dulunya sering mengalami keterbatasan finansial. Ia pun baru merasa bisa dan menguasai lapangan setelah terjun ke dunia kerja saja istilahnya Learning by Doing, keadaannya sama seperti kebanyakan masyarakat Indonesia.

Lalu, apa yang membuat Widya berhasil?

Namun, justru dari kelemahan itulah ia belajar banyak dan mengetahui kelemahan dan kekuatan dirinya. Widya mengaku hanya memiliki modal lulusan UI yang sudah ia lewati susah payah. Dirinya menuturkan, modal terpenting yang membuat dia bisa bangkit dan perlahan sejahtera adalah sikap NEKAD DAN KEMAUAN YG KERAS.

Modal nekad dan kemauan yang keras itu yang membuat ia berhasil kerja di MNC atau Multy National Company.

MNC Company, Lister

Magang di Perusahaan Jepang

Pada tahun 2016 dulu pertama kalinya Widya bekerja di MNC di daerah Sudirman, perusahaannya ada di gedung MidPlaza 2. Perusahaan MNC milik Jepang. Pada saat itu Widya melamar untuk posisi magang sebagai prasyarat kelulusan perkuliahan. Pucuk dipuja, ulam pun tiba, ada tawaran mengisi posisi Temporary Staff yang gaji dan tunjangan jika di total bisa dapat mencapai 2 digit dalam sebulan. Selama 3 bulan magang/bekerja, ia pun mengaku sangat bersyukur selain mendapatkan ilmu, koneksi, juga tambahan uang saku untuk biaya kuliah.

Berlatih Psikotes

Modal utama yang harus dimiliki ialah membiasakan untuk melatih diri tes psikotest, karena perusahaan MNC atau perusahaan besar biasanya mengadakan seleksi awal psikotest.

Kuasai Bidang Perkuliahan

Kedua, kuasai bidang perkuliahan yang sedang kita tekuni. Hal ini sebagai cara untuk menangkis jebakan saat interview user. Jangan lupa kita juga harus melakukan riset mendalam terkait perusahaan dan track record-nya.

Miliki Sikap yang Baik

Ketiga, kuasai diri dalam hal memperkenalkan diri. Hindari bersikap sombong dan jangan menjual kisah hidup. Miliki sifat jujur dan komunikasi yang baik karena sangat menentukan kesuksesan kita ketika melamar kerja dan cocok atau tidaknya dengan user. Widya menuturkan keharusan untuk tunduk dan menghargai atasan. Selain itu, berikan solusi terbaik yang kita miliki saat diminta memecahkan studi kasus perusahaan. Namun, jika kamu pintar sampaikanlah dengan rendah hati dan tidak terkesan menggurui. Ingat, attitude itu nomer satu!

Bersikap Tenang

Keempat, tenangkan diri dan jangan gugup, anggaplah mereka hanya teman diskusimu. Percayalah 100% pada dirimu bahwa kamu bisa!

Kuasai Bahasa Inggris Secara Maksimal!

Kelima adalah faktor terpenting yaitu KUASAI BAHASA INGGRIS. Widya mengakui bahwa dirinya tidak memiliki privilige dan bermodal kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan. Namun, ingatlah masih ada Tuhan dan modal otak yang luar biasa hebatnya. Di akhir, Widya menyampaikan bahwa benar di dalam kantor tersebut banyak expatriat Jepang yang hanya bisa berbicara dalam bahasa inggris. Jadi itulah kenapa bahasa inggris diperlukan dalam salah satu step penerimaan karyawan.

Kuliah di Luar Negeri, Tugas-Tugas Bejibun Siap Menanti

Mungkin kamu sudah tertipu kalau keinginanmu kuliah di luar negeri karena tergiur indahnya foto-foto yang berseliweran di sosial media, berfoto seru bersama teman-teman bule, melihat gedung-gedung mewah dan epik, sekaligus merasakan kualitas pendidikan terbaik di bidangnya.

Namun, pernahkah kamu melihat dari sisi lainnya? Bagaimana dengan tugas-tugas yang akan diberikan? Sistem perkuliahan yang berbanding terbalik dengan Indonesia?

Seorang mahasiswi (Dena) yang berkuliah di University of Nottingham asal Indonesia pernah bercerita bagaimana rasanya kuliah di luar negeri dan berkutat dengan tugas-tugasnya yang sangat banyak itu.

Rasa syukur sekaligus merasakan beban moral terhadap negara. Kuliah dengan beasiswa artinya mau tidak mau harus mengikuti aturan dan ketentuan pemberi beasiswa. Sebagai penerima beasiswa LPDP, dirinya pun sekuat tenaga mempertahankan IPK tidak boleh kurang dari 3.25. Meskipun hal tersebut tidak tertulis di surat perjanjian kontrak namun umumnya para mahasiswa sudah secara otomatis mengetahui jika kurang dari 3.25 maka harus mengulang mata kuliah. Artinya? Lulus tepat waktu menjadi hal yang sulit dicapai.

Lalu, bagaimana dengan realita bahwa lembaga beasiswa LPDP hanya mensponsori 1 tahun masa perkuliahan (untuk Inggris)?

Solusinya adalah pulang dengan membawa sertifikat Diploma atau selesai dengan biaya sendiri.

Bercerita tentang tugas perkuliahan di luar negeri tentu saja berbeda dengan di Indonesia. Perbedaannya pun sungguh nyata. Dirinya pun mengakui baru merasakan bagaimana kuliah yang sebenarnya ketika di luar negeri. Semasa di kampus S1, tugas yang dikerjakan copy-paste dari teman sekelompok lain ataupun mentok browsing internet. Tapi ketika kamu di luar negeri, jangan berharap banyak kecuali diri sendiri yang rugi dan pulang tidak tau apa-apa.

Dena pun menuturkan bahwa kebiasaan menulis referensi sembarang sebaiknya jangan diterukan jika masih punya mimpi kuliah di luar. Para dosen di sana bisa dipastikan tidak akan mengampuni kesalahan itu. Selain itu, lingkungan kelas yang diisi teman-teman super ambisius dan aktif terkadang membuatnya tertekan namun menarik karena penuh tantangan!

Di akhir, segala pelik yang dirasakan mahasiswa internasional dalam menjalani kehidupan perkuliahan dan sehari-harinya di sana akan menjadi pengalaman sangat berharga karena membentuk jati diri dan kepribadian yang tangguh nantinya.

Ada Banyak Cara Untuk Mengabdi di Tanah Air, Kamu yang Mana?

Akhir-akhir ini berseliweran tulisan mengenai beasiswa ke luar negeri, baik dari sisi penerima, perilaku penerima, hingga sekembalinya sang penerima beasiswa tersebut dari luar negeri. Sejak beberapa tahun lalu, beasiswa memang menjadi kata yang demikian dikenal di negeri ini. Padahal sebelumnya, hanya kalangan tertentu saja yang membicarakannya. Kondisi itu pun berubah sejak banyaknya program beasiswa yang disediakan baik oleh pemerintah, swasta ataupun asing.

Salah satunya, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Beasiswa LPDP adalah program beasiswa yang dibiayai oleh pemerintah Indonesia melalui pemanfaatan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) dan dikelola oleh LPDP untuk pembiayaan studi lanjut pada program Magister atau program Doktoral di Perguruan Tinggi terbaik di dalam dan di luar negeri.

Program tersebut memberikan beasiswa bagi para fresh graduate S1 ataupun profesional tanpa syarat yang memusingkan kepala bahkan tak perlu pengalaman kerja. Tak mengherankan jikalau anak negeri pun berbondong-bondong mengadu peruntungan untuk bisa studi dan hidup di negara luar dengan beasiswa ini. Apakah kamu salah satunya?

Kembali ke Tanah Air Untuk Mengabdi

Namun, di satu sisi, tak jarang muncul “gerutuan” atau kritik para lulusan luar negeri terhadap kondisi dan situasi di tanah air, sekembalinya mereka ke Indonesia. Salah satu diantaranya adanya budaya atau culture yang jauh berbeda dan berbanding terbalik jika dibandingkan mereka yang telah tinggal di luar negeri.

Tak semua lembaga beasiswa mewajibkan para penerimanya yang lolos untuk kembali mengabdi di ke negaranya secara langsung. Dalam artian, jika memang penerima tersebut memilih bekerja di negara studinya dan tidak kembali pun tidak menjadi masalah. Hal ini karena mereka akan dijadikan aset, seperti yang telah dilakukan Pemerintah Cina. Menurut jurnal berjudul, “Case Study: The Chinese Government Scholarship Program: The Brain Development Scheme That Illuminates a Vision Across 30 Years” (2017), diceritakan bawah pada tahun 1910 hingga dekade 1940-an Cina berusaha bangkit dengan mengirim 1.000 para pelajar berbakat ke Amerika Serikat. Mereka dibiayai untuk mengenyam pendidikan tinggi di bidang teknik dan sains. Setelah lulus, mereka wajib pulang dan kemudian diberdayakan hingga lahirlah sekolah paling terkenal dan top di Cina bernama Tsinghua School dan National Tsinghua University.

Program itu pun berlanjut, para pelajar Cina menyebar di seluruh penjuru Eropa, Uni Soviet, hingga Jepang untuk menimba ilmu. Namun, di gelombang kedua, ada sekelompok pelajar yang enggan kembali dan memilih berkarir di sana.

Dilema: Kembali ke Tanah Air Untuk Mengabdi Atau Bertahan?

Mungkin kamu bertanya-tanya, apa yang menyebabkan mereka enggan kembali ke tanah air mereka?

Menurut sebuah studi Hessel Oosterbeek yang berjudul “Does Studying Abroad Induce a Brain Drain?” (2011) menyatakan bahwa, salah satu alasan utama mengapa mahasiswa yang belajar di luar negeri dan memilih tidak pulang adalah fakta bahwa mereka memperoleh pekerjaan dengan pendapatan tinggi. Singkatnya, para pelajar yang dikirim keluar negeri untuk menimba ilmu umumnya adalah pelajar berkualitas dan memiliki kegigihan, sehingga mudah bagi perusahaan-perusahaan di negeri seberang menerima mereka.

Falsafah Cina

Cina pun akhirnya sadar bahwa memaksa pelajar tersebut kembali ke tanah air adalah sia-sia. Bersumber dari Qiang (1992) menyatakan, tercetusnya falsafah “Zhichi liuxue, guli huiguo, laiqu ziyou”, artinya mendukung penuh rakyat untuk belajar ke luar negeri, mendorong pelajar-pelajar yang dikirim ke luar negeri untuk kembali dengan iming-iming tertentu, dan membebaskan untuk pulang atau tidak pulang.

Cina bahkan menyiapkan uang senilai 10 juta RMB atau sekitar Rp20 miliar kontan bagi pelajar yang mau kembali dan menghabiskan uang itu untuk melakukan penelitian. Cina menyiapkan tempat khusus di National Natural Science Foundation of China (NSFC) bagi pelajar-pelajar untuk berkarya di dalam negeri. Sedangkan, bagi pelajar yang enggan pulang, Cina menganggapnya sebagai aset untuk masyarakat Cina lainnya. Singkatnya, mereka bisa digunakan untuk memperoleh informasi seputar strategi kuliah, beasiswa, dan lain-lain.

Makna Kata “Mengabdi”

Lain di Cina, lain pula di Indonesia. Jika memang sebelumnya, tekad kamu setelah lulus nanti tidak ingin kembali ke Indonesia, lebih baik hati-hati saat mengambil program beasiswa. Hal ini karena, terdapat beasiswa tertentu yang mewajibkan para awardee-nya untuk kembali ke negara asal, jika tidak maka akan ada sanksi yang dikenakan.

Lalu, bagaimana jika sudah terlanjur?

Nasi sudah menjadi bubur, waktu tidak bisa diputar kembali bukan? Beberapa cara mengabdi yang bisa dipertimbangkan:

  • Menyisihkan 10% dari penghasilan sebagai donasi di sebuah yayasan pendidikan
  • Menyumbangkan dana pendidikan untuk orang yang tidak mampu yang berbakat
  • Aktif menebar manfaat dan inspirasi melalui seminar, konten di media sosial, atau yang lainnya untuk para generasi muda

Selain saran di atas, tentu saja masih banyak yang bisa dilakukan dan pilihannya kembali kepada masing-masing orang. Apapun itu, pilihlah bentuk kontribusi yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Ternyata ada banyak cara untuk mengabdi di tanah air, kalau kamu yang mana?

Ref:

Mengabdi kepada Bangsa Tidak Harus Pulang, Wahai LPDP – tirto.id

Jangan Latah! Segalanya Butuh Tujuan Agar Tetap Konsisten

Jika iya, yuk berhenti dulu, ambil jeda, dan mulai renungi proses yang kamu lalui. Setelah itu, coba jawab beberapa pertanyaan ini untuk mengetahui apakah hal yang selama ini dilakukan benar-benar keinginan kamu atau mengikuti trend semata.

  • Hal/kejadian apa yang membuat kamu mempunyai goal itu?
  • Kenapa goal tersebut penting untuk diraih satu tahun yang akan datang?
  • Adakah pain yang akan diterima seandainya goal tersebut tidak tercapai? dan sebaliknya

Harapannya, setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita akan tersadar langkah yang selama ini sudah diambil tepat atau tidak. Selain itu, jika ternyata tujuan yang dimiliki tidak jelas atau hanya mengikuti trend saja, selamat manata ulang tujuan kamu!

Butuh Komitmen Untuk Konsisten

Setelah berhasil menetapkan tujuan yang sesuai, selanjutnya komitmen-lah dengan sungguh-sungguh.

Banyak orang yang memandang sebelah mata tahap pertama dan terlalu diremehkan. Padahal menentukan komitmen ini adalah langkah pertama yang penting banget. Komitmen yang mantap akan melahirkan sikap diri yang konsisten dan tahan banting akan godaan lho.

Supaya kita bisa konsisten dengan tujuan kita, komitmen yang dibuat harus direnungkan bahwa itu adalah hal yang bener-bener diinginkan. Komitmen hendaknya dibuat se-‘sakral’ mungkin supaya diri kita merasakan dorongan untuk take it seriously. Luangkan waktu sejenak untuk merenungkan bahwa ini bukanlah hal yang main-main. Tulislah komitmen itu di sebuah kertas agar tidak lupa.

Semua Orang Berjalan Meraih Tujuannya Masing-Masing

Orang-orang yang kamu kagumi pencapaiannya memiliki tujuan masing-masing yang mungkin saja tidak sama dengan tujuan kamu. Namun, kebanyakan orang bersikap latah mengikuti arus tanpa tau tujuannya untuk apa. Biasanya mereka punya mindset, “pokoknya aku harus bisa seperti dia!” padahal jika ditelusuri lebih dalam, potensi yang dimiliki keduanya jauh berbeda. Akhirnya proses yang dilalui berakhir sia-sia karena berhenti di tengah jalan.

Merry Ryana pernah mengatakan, “Manusia jika dibaratkan itu seperti handphone. Ia memiliki fitur-fitur tertentu yang harus digali kegunannya apa. Setiap fitur memiliki potensi manfaat yang berbeda-beda. Jika fitur itu tidak dimanfaatkan dengan baik, maka manfaat keberadaan fitur itu pun tidak akan dirasakan oleh penggunannya.”

Lalu, gimana caranya supaya kita tidak bersikap latah dan terbawa arus tanpa tujuan?

Jadi kalo kita balikin lagi ke pertanyaan awal, apa sih yang bisa membuat seseorang konsisten dengan komitmennya? Sekarang MinLis bisa bilang bahwa salah satu hal yang paling berhubungan dengan konsistensi pada komitmen adalah sikap kontrol diri. 

Apa yang membuat seorang penderita obesitas disiplin berolahraga dan melakukan diet ketat hingga berat badannya kembali ideal? Self Control atau mawas diri. Apa yang membuat seseorang tekun belajar dan tahan berbagai godaan untuk melakukan proscastinationSelf Control. Apa yang membuat seorang karyawan terus konsisten mengikuti kelas IELTS daring setiap malam hingga akhirnya tercapai target skor yang diinginkan? Lagi-lagi sikap Self Control.

Selain sikap self control, ternyata kita juga butuh tujuan yang kuat di setiap hal yang dikerjakan lho. Tips menyusun tujuan versi MinLis yang bisa kamu tiru nih!

  1. Pastikan tujuan kamu spesifik, konkrit, dan jelas.
  2. Miliki indikator yang terukur.
  3. Atur target waktu yang realistis
  4. Ubah tujuan besar menjadi action plan kecil
  5. Evaluasi, evaluasi, evaluasi!

Punya Mimpi Kuliah ke Luar Negeri? Cek Dulu Mindset yang Kamu Punya

Tidak ada orang yang berhasil kuliah di luar negeri dengan beasiswa hanya karena kebetulan semata. Semuanya membutuhkan kesiapan yang matang dan pengorbanan waktu, tenaga, dan materi yang tidak murah dan mudah. Contohnya, mau lolos gerbang awal melamar beasiswa luar negeri seperti IELTS saja, butuh waktu dan materi yang tidak sedikit bukan? Mungkin mereka yang terbukti sudah lolos pun tidak terima jika diberi label, “ah lagi hoki aja dia”. Hal ini karena proses perjalanannya memang sangat panjang, bisa tahunan.

Hanya orang-orang yang bertahan akan ketatnya proses seleksilah yang berhasil dan bisa dikatakan benar-benar ‘niat’.

Bermimpi seperti mereka? Yuk benahi mindset kamu dulu dari sekarang!

Pertama, Pahami Dulu

Studi luar negeri adalah pilihan yang besar bagi banyak pelajar di seluruh dunia. Dampak positifnya bukan main lho. Menurut banyak orang yang sudah merasakan, ia mampu memberikan pengalaman hidup yang luar biasa sekaligus memaksimalkan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki!

Namun, besar biaya yang mesti dikeluarkan untuk sampai dan bertahan di sana juga sangat banyak. Inilah yang membuat para perlajar berbondong-bondong mencari akal untuk lolos jalur beasiswa. Berbagai macam beasiswa akhirnya menjadi jalan atau bala bantuan yang sangat dinantikan. Dari sini, persyaratan beasiswa kuliah di luar negeri yang bervariasi dan berbeda dari setiap institusi sudah menanti diperjuangkan! Jadi, masih berpikir mereka yang berhasil mendapatkan beasiswa cuma sakadar hoki?

Melanjutkan Studi Adalah Keputusan Besar

Meskipun secara kasat mata, melanjutkan studi hanya mengambil jatah waktu satu sampai dua tahun (untuk jenjang master) dari hidup kamu. Tapi itu tetap tergolong keputusan besar lhofellas.

Bayangin aja deh, aktivitas dan peluang karir seperti apa yang akan kamu lewatkan ketika menghabiskan waktu selama dua tahun itu untuk fokus mempelajari bidang ilmu secara formal. Bagaimana jika bidang ilmu yang dipelajari tidak sesuai ekspektasi? Apa yang akan kamu lakukan? Lari dan putar balik? Hmmm, tidak semudah itu buddy!

Seorang narasumber di seminar beasiswa LPDP yang dihadiri puluhan calon awardee pernah menyampaikan, “Ingatlah, setiap awardee yang berhasil melanjutkan studi ibaratnya mereka mengantongi uang satu miliar dari rakyat. Jadi menuntaskan amanah dengan sebaik-baiknya adalah kewajiban. Pulanglah ke tanah air dan bawalah dampak yang baik di lingkunganmu nanti. Jika tidak bisa satu kota, satu desa, jika masih belum bisa, satu orang yang kamu beri dampak positif jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.”

Segala keputusan memiliki konsekuensi termasuk kuliah ke luar negeri

Mungkin kamu akan menyaksikan, teman-teman seperjuangan yang dulu satu jurusan atau universitas, tiba-tiba sudah menempati posisi yang bagus di tempatnya bekerja.

Sedangkan bisa jadi setelah lulus kuliah dan sekembalinya di tanah air, kamu akan memulai segalanya dari awal lagi. Mulai mencari lowongan pekerjaan yang sesuai dan sekiranya cocok dengan gelar yang sudah kamu perjuangkan mati-matian, berkutat dengan proses rektrutmen dan adaptasi lingkungan kerja yang baru ((lagi)). Bahkan tidak menutup kemungkinan kamu pun akan tertarik memulai usaha baru yang kamu inginkan selama ini.

Namun, semakin luasnya sudut pandang yang kamu punya nantinya, jangan khawatir ya semoga kita bisa meluruskan niat baik untuk menggapai mimpi keluar negeri.